1. Dampak
Penjajahan Jepang dalam Kehidupan Politik
Sejak awal pemerintahannya, Jepang melarang bangsa
Indonesia berserikat dan berkumpul. Oleh karena itu, Jepang membubarkan
organisasi-organisasi pergerakan nasional yang dibentuk pada masa Hindia
Belanda, kecuali MIAI. MIAI kemudian dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi.
Para tokoh pergerakan nasional pada masa pendudukan
Jepang mengambil sikap kooperatif. Dengan sikap kooperatif, mereka banyak yang
duduk dalam badan-badan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, seperti Gerakan 3
A, Putera, dan Cuo Sangi In. Selain itu, pata tokoh pergerakan nasional juga
memanfaatkan kesatuan-kesatuan pertahanan yang telah dibentuk oleh Jepang,
seperti Jawa Hokokai, Heiho, Peta, dan sebagainya.
Kebijaksanaan pemerintah Jepang tersebut bertujuan
untuk menarik simpati dan mengerahkan rakyat Indonesia untuk membantu Jepang
dalam perang melawan Sekutu, namun kenyataannya dimanfaatkan oleh para tokoh
pergerakan nasional sehingga lebih banyak memberikan keuntungan bagi perjuangan
bangsa Indonesia. Dengan demikian, pemerintah Jepang berhasil melakukan
pengekangan terhadap berbagai kegiatan pergerakan nasional, namun tidak
berhasil mengekang berkembangnya kesadaran nasional bangsa Indonesia menuju
Indonesia merdeka.
2. Dampak
Penjajahan Jepang dalam Kehidupan Ekonomi
Jepang berusaha untuk mendapatkan dan menguasai
sumber-sumber bahan mentah untuk industri perang. Jepang membagi rencananya
dalam dua tahap.
a. Tahap
penguasaan, yakni menguasai seluruh kekayaan alam termasuk kekayaan milik
pemerintah Hindia Belanda.
b. Tahap
penyusunan kembali struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan
perang. Sesuai dengan tahap ini maka pola ekonomi perang direncanakan bahwa
setiap wilayah harus melaksanakan autarki.
Autarki, artinya setiap wilayah
harus mencukupi kebutuhan sendiri dan juga harus dapat menunjang kebutuhan
perang. Romusa mempunyai persamaan dengan kerja rodi/kerja paksa pada zaman
Hindia Belanda, yakni kerja tanpa mendapatkan upah.
Memasuki
tahun 1944 tuntutan kebutuhan pangan dan perang makin meningkat. Pemerintah
Jepang mulai melancarkan kampanye pengerahan barang dan menambah bahan pangan
secara besar-besaran yang dilakukan oleh Jawa Hokokai melalui nagyo kumiai
(koperasi pertanian), dan instansi pemerintah lainnya. Pengerahan bahan makanan
ini dilakukan dengan cara penyerahan padi atau hasil panen lainnya kepada
pemerintah. Dari jumlah hasil panen, rakyat hanya boleh memiliki 40 %, 30 %
diserahkan kepada pemerintah, dan 30 % lagi diserahkan lumbung untuk persediaan
bibit.
Tindakan
pemerintah ini menimbulkan kesengsaraan. Penebangan hutan (untuk pertanian)
menyebabkan bahaya banjir, penyerahan hasil panen dan romusa menyebabkan rakyat
kekurangan makan, kurang gizi, dan stamina menurun. Akibatnya, bahaya kelaparan
melanda di berbagai daerah dan timbul berbagai penyakit serta angka kematian
meningkat tajam. Bahkan, kekurangan sandang menyebabkan sebagian besar rakyat
di desa-desa telah memakai pakaian dari karung goni atau "bagor",
bahkan ada yang menggunakan lembaran karet.
3. Dampak
Penjajahan Jepang dalam Mobilitas Sosial
Di samping menguras sumber daya alam, Jepang juga
melakukan eksploitasi tenaga manusia. Hal ini akan membawa dampak terhadap
mobilitas sosial masyarakat Indonesia. Puluhan hingga ratusan ribu penduduk
desa yang kuat dikerahkan untuk romusa membangun sarana dan prasarana perang, seperti
jalan raya, jembatan, lapangan udara, pelabuhan, benteng bawah tanah, dan
sebagainya. Mereka dipaksa bekerja keras (romusa) sepanjang hari tanpa diberi
upah, makan pun sangat terbatas.
Akibatnya,banyak yang kelaparan, sakit dan meninggal
ditempat kerja. Untuk mengerahkan tenaga kerja yang banyak, di tiap-tiap desa
dibentuk panitia pengerahan tenaga yang disebut Rumokyokai. Tugasnya menyiapkan
tenaga sesuai dengan jatah yang ditetapkan. Untuk menghilangkan ketakutan
penduduk dan menutupi rahasia itu maka Jepang menyebut para romusa dengan
sebutan prajurit ekonomi atau pahlawan pekerja. Menurut catatan sejarah, jumlah
tenaga kerja yang dikirim ke luar Jawa, bahkan ke luar negeri seperti ke Burma,
Malaya, Vietnam, dan Mungthai/Thailand mencapai 300.000 orang.
Pada bulan Januari 1944, Jepang memperkenalkan sistem
tonarigumi (rukun tetangga). Tonarigumi merupakan kelompok-kelompok yang
masing-masing terdiri atas 10–20 rumah tangga. Maksud diadakannnya tonarigumi
adalah untuk mengawasi penduduk, mengendalikan, dan memperlancar kewajiban yang
dibebankan kepada mereka. Dengan adanya perang yang makin mendesak maka tugas
yang dilakukan Tonarigumi adalah mengadakan latihan tentang pencegahan bahaya
udara, kebakaran, pemberantasan kabar bohong, dan mata-mata musuh.
4. Dampak
Penjajahan Jepang dalam Birokrasi
Pada
pertengahan tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mulai terdesak,
maka Jepang memberi kesempatan kepada bangsa Indonsia untuk turut mengambil
bagian dalam pemerintahan negara. Untuk itu pada tanggal 5 September 1943,
Jepang membentuk Badan Pertimbangan Karesidenan (Syu Sangi Kai) dan Badan
Pertimbangan Kota Praja Istimewa (Syi Sangi In).
Banyak orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, seperti Prof. Dr. Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan Banjarnegara. Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo, seperti berikut.
Banyak orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan, seperti Prof. Dr. Husein Jayadiningrat sebagai Kepala Departemen Urusan Agama (1 Oktober 1943) dan pada tanggal 10 November 1943 Sutardjo Kartohadikusumo dan R.M.T.A. Surio masing-masing diangkat menjadi Kepala Pemerintahan (Syikocan) di Jakarta dan Banjarnegara. Di samping itu, ada enam departemen (bu) dengan gelar sanyo, seperti berikut.
a. Ir.
Soekarno, Departemen Urusan Umum (Somubu).
b. Mr.
Suwandi dan dr. Abdul Rasyid, Biro Pendidikan dan Kebudayaan Departemen Dalam
Negeri (Naimubu-Bunkyoku).
c. Dr. Mr.
Supomo, Departemen Kehakiman (Shihobu).
d. Mochtar
bin Prabu Mangkunegoro, Departemen Lalu Lintas (Kotsubu).
e. Mr. Muh.
Yamin, Departemen Propaganda (Sendenbu).
f. Prawoto
Sumodilogo, Departemen Ekonomi (Sangyobu).
Dengan
demikian masa pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar
dalam birokrasi pemerintahan.
5. Dampak Penjajahan
Jepang dalam Militer
Situasi
Perang Asia Pasifik pada awal tahun 1943 mulai berubah. Sikap ofensif Jepang
beralih ke defensif. Jepang menyadari bahwa untuk kepentingan perang perlu
dukungan dari penduduk masing-masing daerah yang didudukinya. Itulah sebabnya,
Jepang mulai membentuk kesatuan-kesatuan semimiliter dan militer untuk dididik
dan dilatih secara intensif di bidang militer. Di Indonesia ada beberapa
kesatuan pertahanan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang, seperi berikut.
a. Kesatuan
Pertahanan Semimiliter
1) Seinendan
(Barisan Pemuda)
Seinendan
dibentuk pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda yang
berusia antara 14–22 tahun. Mereka dididik militer agar dapat menjaga dan
mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Akan tetapi, tujuan yang
sebenarnya ialah mempersiapkan pemuda untuk dapat membantu Jepang dalam
menghadapi tentara Sekutu dalam Perang Asia Pasifik.
2) Keibodan
(Barisan Pembantu Polisi)
Keibodan
dibentuk pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya terdiri atas para pemuda yang
berusia 26–35 tahun dengan tugas, seperti menjaga lalu lintas, pengamanan desa,
dan lain-lain. Barisan ini di Sumatra disebut Bogodan, sedangkan di Kalimantan
dikenal dengan nama Borneo Konan Hokokudan.
3) Fujinkai
(Barisan Wanita)
Fujinkai
dibentuk pada bulan Agustus 1943. Anggotanya terdiri atas para wanita berusia
15 tahun ke atas. Mereka juga diberikan latihan-latihan dasar militer dengan
tugas untuk membantu Jepang dalam perang.
4) Jibakutai
(Barisan Berani Mati)
Jibakutai
dibentuk pada tanggal 8 Desember 1944. Barisan ini rupanya mendapatkan
inspirasi dari pilot Kamikaze yang sanggup mengorbankan nyawanya dengan jalan
menabrakkan pesawatnya kepada kapal perang musuh.
b. Kesatuan
Pertahanan Militer
1) Heiho
(Pembantu Prajurit Jepang)
Heiho adalah
prajurit Indonesia yang langsung ditempatkan di dalam organisasi militer
Jepang, baik Angkatan Darat maupun Angkatan Laut. Mereka yang diterima menjadi
anggota adalah yang memenuhi syarat, antara lain berbadan sehat, berkelakuan
baik, berpendidikan terendah SD, dan berumur 18–25 tahun. Mereka dilatih
kemiliteran secara lengkap dan setelah lulus dimasukkan ke dalam kesatuan
militer Jepang dan dikirim ke medan pertempuran, seperti ke Kepulauan Salomon,
Burma, dan Malaya.
2) Peta (
Pembela Tanah Air)
Peta
dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943, dengan tugas mempertahankan tanah air.
Pembentukan PETA ini atas permohonan Gatot Mangkuprojo kepada Panglima
Tertinggi Jepang Letjen Kumakichi Harada tanggal 7 September 1943. Untuk
menjadi anggota Peta para pemuda dididik di bidang militer secara khusus di
Tangerang, di bawah pimpinan Letnan Yamagawa. Untuk menjadi komandan Peta,
mereka dididik secara khusus lewat Pendidikan Calon Perwira di Bogor. Dari
pasukan Peta ini muncul tokoh-tokoh nasional yang militan, seperti Jenderal
Soedirman, Jenderal Gatot Subroto, Jenderal Ahmad Yani, Supriyadi, dan
sebagainya.
Dengan
demikian, pendudukan Jepang di Indonesia membawa dampak yang sangat besar dalam
bidang kemiliteran. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam organisasi, baik
semimiliter maupun militer menjadi pemuda-pemuda yang terdidik dan terlatih
dalam kemiliteran. Hal ini sangat penting artinya dalam perjuangan, baik untuk
merebut kemerdekaan, maupun untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
6. Dampak
Penjajahan Jepang dalam Pendidikan, Penggunaan Bahasa Indonesia, dan Kebudayaan
a.
Pendidikan
Zaman
pendudukan Jepang, pendidikan di Indonesia mengalami kemerosotan drastis, jika
dibandingkan zaman Hindia Belanda. Jumlah sekolah dasar (SD) menurun dari
21.500 menjadi 13.500 dansekolah menengah dari 850 menjadi 20. Oleh Jepang
sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan dijadikan tempat indoktrinasi. Melalui
pendidikan dibentuk kader-kader untuk memelopori dan melaksanakan konsepsi
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Sistem pengajaran dan struktur kurikulum
ditujukan untuk keperluan Perang Asia Pasifik
b.
Penggunaan Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar digunakan di semua sekolah dan dianggap
sebagai mata pelajaran utama, sedangkan bahasa Jepang diberikan sebagai mata
pelajaran wajib. Surat kabar dan radio juga menggunakan bahasa Indonesia
sehingga mempercepat penyebarluasan bahasa Indonesia. Begitu juga papan nama
toko, nama rumah makan, perusahaan dan sebagainya yang menggunakan bahasa
Belanda harus diganti dengan bahasa Indonesia atau bahasa Jepang. Dengan
meluasnya penggunaan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi maka akan
mempercepat dan mempertebal semangat kebangsaan menunju integrasi bangsa.
c.
Kebudayaan
Bahasa Indonesia adalah salah satu unsur kebudayaan
sehingga dengan digunakannya bahasa Indonesia secara luas akan mendukung
perkembangan kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 20 Oktober 1943 atas desakan
dari beberapa tokoh Indonesia didirikanlah Komisi (Penyempurnaan) Bahasa
Indonesia. Tugas Komisi adalah menentukan terminologi, yaitu istilah-istilah
modern dan menyusun suatu tata bahasa normatif dan menentukan kata-kata yang
umum bagi bahasa Indonesia.
Pada masa Jepang,
bidang pendidikan dan kebudayaan diperhatikan dan bahasa Indonesia mulai
dipergunakan. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai pelajaran utama, sedangkan
bahasa Jepang dijadikan sebagai bahasa wajib. Dengan semakin meluasnya
penggunaan bahasa Indonesia, komunikasi antarsuku di Indonesia semakin intensif
yang pada akhirnya semakin merekatkan keinginan untuk merdeka. Pada 1 April
1943 dibangun pusat kebudayaan di Jakarta, yang bernama “Keimin Bunka
Shidoso”.
Di bidang sastra, pada zaman Jepang juga berkembang
baik. Hasil karya sastra, seperti roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara, dan
film. Agar hasil karya sastra tidak menyimpang dari tujuan Jepang, maka pada
tanggal 1 April 19943 di Jakarta didirikan Pusat Kebudayaan degan nama Keimin
Bunko Shidosho.
Hasil karya sastra yang terbit, seperti Cinta Tanah
Air karya Nur Sutan Iskandar, Palawija karya Karim Halim, Angin Fuji karya
Usmar Ismail. Gubahan untuk drama, seperti Api dan Cintra karya Usman Ismail;
Topan di Atas Asia dan Intelek Istimewa karya El Hakim (dr. Abu Hanifah).
Mengenai seni musik, komponis C. Simandjuntak berhasil menciptakan lagu Tumpah
Darahku dan Maju Putra-Putri Indonesia.
Dampak Positif Pendudukan Jepang
a. Diperbolehkannya bahasa
Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan menyebabkan bahasa
Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
b. Jepang mendukung
semangat anti-Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung semangat
nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda, misalnya
perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
c. Untuk mendapatkan
dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional Indonesia seperti
Sukarno dengan harapan agar Sukarno mau membantu Jepang memobilisasi rakyat
Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin nasional
Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
d. Dalam bidang ekonomi
didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk
kepentingan bersama.
e. Mendirikan
sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA.
f. Pembentukan strata
masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT) atauTonarigumi.
g. Diperkenalkan suatu
sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem
pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi pangan.
h. Dibentuknya BPUPKI dan
PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini muncullah ide
Pancasila.
i. Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia
demi kepentingan Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal
untuk berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya
pemerintah kolonial Belanda.
j. Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nippon-sentris dan
diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.
Dampak Negatif Pendudukan Jepang
a. Penghapusan semua
organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang sebenarnya
banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial,
ekonomi, dan kesejahteraan warga.
b. Romusha, mobilisasi
rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja paksa dalam kondisi yang
tidak manusiawi.
c. Ekploitasi segala sumber
daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi kepentingan perang.
Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang sehingga
banyak rakyat yang menderita kelaparan.
d. Krisis ekonomi yang
sangat parah. Hal ini karena dicetaknnya uang pendudukan secara besar-besaran
sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
e. Kebijakan self
sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan
ekonomi antar daerah.
f. Kebijakan fasis
pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di kalangan
rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak
asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa saja
yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa proses
pengadilan.
g. Pembatasan pers sehingga
tidak ada pers yang independen, semuanya di bawah pengawasan Jepang.
h. Terjadinya kekacauan
situasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya perampokan,
pemerkosaan dan lain-lain.
i. Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang
menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
No comments:
Post a Comment